
Purna tugas atau pensiun seringkali
dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya
tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa
yang akan dihadapi kelak. Dalam era globalisasi seperti saat ini, pekerjaan
merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena
uang, jabatan dan memperkuat harga diri). Oleh karenanya, sering terjadi orang
yang pensiun bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, dan sebaliknya,
ada yang malahan mengalami problemati yang serius (kejiwaan atau pun fisik).
Fakta yang tidak
dapat dipungkiri seorang Pensiun
1.
Turunya Stamina kesehatan,
tidak disebabkan secara langsung oleh pensiun, melainkan oleh problem
kesehatan yang sebelumnya pernah dialami.
2. Pensiun sebaliknya
dapat meningkatkan kesehatan dengan berkurangnya beban tekanan yang harus
dihadapi.
3. Masyarakat mulai
memandang bahwa masa pensiun sebenarnya masa yang penuh kesempatan menarik
4.
Kemungkinan untuk
bersantai berkurang karena waktu cenderung tersita untuk mengerjakan pekerjaan
rumah tangga
5.
Kepuasan perkawinan
tidak secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi pensiun yang dialami
6.
Akan lebih banyak
waktu dan kesempatan kebersamaan bagi keluarga/pasangan
7.
Pengalokasian ke
rumah jompo, meninggalnya pasangan, penyakit serius serta adanya cacat tertentu
biasanya menyebabkan perubahan gaya
hidup yang drastis
Prediktor
Penentu Terjadinya Masalah Pada Masa Pensiun
Kepuasan
kerja dan pekerjaan
Pekerjaan membawa kepuasan tersendiri karena
disamping mendatangkan uang dan fasilitas, dapat juga memberikan nilai dan
kebanggaan serta keuntungan pribadi (karena berprestasi atau pun kebebasan
menuangkan kreativitas). Namun ada catatan, orang yang mengalami problem saat
pensiun biasanya justru mereka yang pada dasarnya sudah memiliki kondisi mental
yang tidak stabil, konsep diri yang negatif dan rasa kurang percaya diri
terutama berkaitan dengan kompetensi diri dan keuangan/penghasilan. Selain itu,
masalah harga diri memang sering menjadi akar depresi semasa pensiun karena
orang-orang dengan harga diri yang rendah semasa produktifnya cenderung akan
jadi overachiever semata-mata untuk membuktikan dirinya sehingga mereka
habis-habisan dalam bekerja sehingga mengabaikan sosialisasi dengan sesamanya
pula. Pada saat pensiun, mereka merasa kehilangan harga diri dan ditambah
kesepian karena tidak punya teman-teman.
Pada orang dengan kondisi kejiwaan yang stabil,
konsep diri positif, rasa percaya diri kuat serta didukung oleh keuangan yang
cukup, maka orang tersebut akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
pensiun tersebut karena selama tahun-tahun ia bekerja, ia "menabung"
pengalaman, keahlian serta keuangan untuk menghadapi masa pensiun.
Faktor Usia
Banyak orang yang takut menghadapi masa tua
karena asumsinya jika sudah tua, maka fisik akan makin lemah, makin banyak
penyakit, cepat lupa, penampilan makin tidak menarik dan makin banyak hambatan
lain yang membuat hidup makin terbatas. Pensiun sering diidentikkan dengan
tanda seseorang memasuki masa tua. Banyak orang mempersepsi secara negatif
dengan menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak
berguna dan dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas makin menurun
sehingga tidak menguntungkan lagi bagi perusahaan/organisasi tempat mereka
bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi seseorang
sehingga ia menjadi over sensitif dan subyektif terhadap stimulus yang
ditangkap. Kondisi ini lah yang membuat orang jadi sakit-sakitan saat pensiun
tiba. Memang, masa tua harus dihadapi secara realistis karena tidak mau
menghadapi kenyataan bahwa dirinya getting older dan harus pensiun juga membawa
masalah serius seperti halnya post power-syndrome dan depresi. Salah satu cara
mengatasi persepsi negatif terhadap masa tua adalah dengan mengatakan pada diri
sendiri : "Act your age, but I don’t want to act old"
Kesehatan
Beberapa orang peneliti melakukan penelitian dan
menemukan bahwa kesehatan mental dan fisik merupakan prekondisi yang mendukung
keberhasilan seseorang beradaptasi terhadap perubahan hidup yang disebabkan
oleh pensiun. Hal ini masih ditambah dengan persepsi orang tersebut terhadap
penyakit atau kondisi fisiknya. Jika ia menganggap bahwa kondisi fisik atau
penyakit yang dideritanya itu sebagai hambatan besar dan bersikap pesimistik
terhadap hidup, maka ia akan mengalami masa pensiun dengan penuh kesukaran.
Menurut hasil penelitian, pensiun tidak menyebabkan orang jadi cepat tua dan
sakit-sakitan, karena justru berpotensi meningkatkan kesehatan karena mereka
semakin bisa mengatur waktu untuk berolah tubuh (lihat fakta seputar pensiun).
Status sosial sebelum pensiun
Status sosial berpengaruh terhadap kemampuan
seseorang menghadapi masa pensiunnya. Jika semasa kerja ia mempunyai status
sosial tertentu sebagai hasil dari prestasi dan kerja keras (sehingga
mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari masyarakat atau organisasi), maka ia
cenderung lebih memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik (karena konsep diri
yang positif dan social network yang baik). Namun jika status sosial itu
didapat bukan murni dari hasil jerih payah prestasinya (misalnya lebih karena
politis dan uang/harta) maka orang itu justru cenderung mengalami kesulitan
saat menghadapi pensiun karena begitu pensiun, maka kebanggaan dirinya lenyap
sejalan dengan hilangnya atribut dan fasilitas yang menempel pada dirinya
selama ia masih bekerja.
Post power syndrome
Arti dari "syndrome" itu adalah
kumpulan gejala. "Power" adalah kekuasaan. Jadi, terjemahan dari post
power syndrome kira-kira adalah gejala-gejala pasca kekuasaan. Gejala ini
umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat
satu jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat
gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu
biasanya bersifat negatif, itulah yang diartikan post power syndrome.
Ada banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya post-power syndrome. Pensiun dini dan PHK
adalah salah satu dari faktor tersebut. Bila orang yang mendapatkan pensiun
dini tidak bisa menerima keadaan bahwa tenaganya sudah tidak dipakai lagi,
walaupun menurutnya dirinya masih bisa memberi kontribusi yang signifikan
kepada perusahaan, post-power syndrome akan dengan mudah menyerang. Apalagi
bila ternyata usianya sudah termasuk usia kurang produktif dan ditolak ketika
melamar di perusahaan lain, post-power syndrome yang menyerang akan semakin
parah.
Gejala post-power
syndrome:
1. Gejajala fisik, misalnya menjadi jauh lebih
cepat tua tampaknya dibandingkan waktu dia menjabat. Rambut semakin banyak beruban,
keriput, sakit-sakitan, dan menjadi lemah.
- Gejala emosi, misalnya cepat teringgung, merasa tidak berharga, menarik diri dari pergaulan,dsb.
- Gejala perilaku, misalnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola kekerasan atau menunjukkan kemarahan.
Ciri-ciri
orang yang rentan menderita post-power syndrome:
- Orang yang terlalu senang dihargai dan dihormati orang lain, permintaanya senantiasa terlaksana/dituruti, suka dilayani.
- Orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri, dengan jabatan dia lebih merasa diakui orang lain.
- Orang yang meletakkan arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan mengatur orang lain, untuk dapat berkuasa atas orang lain.
Post-power syndrome hampir selalu dialami
terutama orang yang sudah lanjut usia dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja
banyak orang yang berhasil melalui fase ini dengan cepat dan dapat menerima
kenyataan dengan hati yang lapang. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, dimana
seseorang tidak mampu menerima kenyataan yang ada, ditambah dengan tuntutan
hidup yang terus mendesak, dan dirinya adalah satu-satunya penopang hidup keluarga,
resiko terjadinya post-power syndrome yang berat semakin besar.
Beberapa kasus post-power syndrome yang berat
diikuti oleh gangguan jiwa seperti tidak bisa berpikir rasional dalam jangka
waktu tertentu, depresi yang berat, atau pada pribadi-pribadi introfert
(tertutup) terjadi psikosomatik (sakit yang disebabkan beban emosi yang tidak
tersalurkan) yang parah.
Post-power syndrome dapat menyerang siapa saja,
baik pria maupun wanita. Antara pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap
post power sindrome karena pada wanita umumnya lebih menghargai relasi dari
pada prestise, prestise dan kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria. Kematangan
emosi dan kehangatan keluarga sangat membantu untuk melewati fase ini. Dan satu
cara untuk mempersiapkan diri menghadapi post-power syndrome adalah gemar
menabung dan hidup sederhana. Karena bila post-power syndrome menyerang,
sementara penderita sudah terbiasa hidup mewah, akibatnya akan lebih parah.
Apabila seseorang telah mampu menaklukan fase
Post-Power Syndrome akan jauh menjadi lebih bijaksana dan mampu membuktikan
kebermanfaatan atas eksistensinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar